Sunday, 23 February 2014

Nama Itu

Posted by Dear Miss Putri at 1:10 pm
Semenjak hari itu aku semakin membencinya entah karena apa. Semakin hari aku merasakan perasaan di mana aku tak ingin bertemu dengannya, entah sengaja atau tidak. Dia membuat emosiku tak terkendali waktu itu. Aku tahu, bukan sepenuhnya dia. Bukan dia saja yang menjengkelkan. Ada orang lain pula di balik itu semua. Tetapi,
aku harus membencinya. Titik!
Alasan yang tak masuk akal mungkin. Aku sendiri pernah bertanya pada diriku, benarkah? Yang kuyakini mengatakan iya. Iya untuk tak mau bersinggungan dengan nama itu. Ya ampun. Hingga benar-benar ada sekat di antara kami. Ya! Seharusnya memang ada gap, huh. Sisi burukku berdalih bahwa dia akan menjadi musuhku, dan pantang bagiku untuk sampai berinteraksi dengannya. Haha. Namun, kautahu, sisi baikku dengan amat bijaknya berkata, “Ayolah, memaafkan lebih baik daripada memendamnya menjadi benci. Yang lalu biarlah berlalu.” Hoaaaaammm. Aku sudah berkali-kali tahu, dengar, bahkan paham dengan kata-kata ini. Mana yang kudu aku dengar dan ambil tindakannya?
Rasanya ingin lari. Sejauh mungkin agar aku tak bertemu di sini, tempat di mana kami memungkinkan untuk bertemu. Ya, walaupun tak mungkin juga akan ada sebuah percakapan. Tetapi kautahu sendiri kan melihatnya saja aku.. aku, tak suka. Coba bayangkan, bagaimana kautak jengkel ketika semua tanda-tanda positif dari keinginan yang telah kumimpikan dan sangat kuharapkan telah nampak diberikan padaku akhirnya hanya omong kosong belaka. Bohong. Betapa menyakitkan.
Nama itu. Coba kaupikir jika kauada di posisiku. Melakukan apa yang sebaiknya dilakukan untuk hasil yang baik pula. Ingat! Kaubilang seperti itu. So it means, if I have done it, you would give the best one. Is it? Oh ayolah, am I wrong to interpret every sign you give? Damn it. Mungkin aku tolol mengartikannya. Haha. Aku memang tak ada yang bisa diberikan kecuali aku harus belajar terlebih dahulu untuk bisa melakukannya. Aku sadar I’m lack of skills. I see that honestly. So what?
Dreams are still dreams. Tangisanku tak menghentikan mimpi-mimpi itu. Mimpi di mana ketika aku masih berseragam. Untuk berjuang mengubah “aku” menjadi “aku yang lain.” Aku yang bisa bergabung bersama kehidupan yang benar-benar hidup. Tapi apa sekarang? Aku belum memulainya. Aku masih sama. Sedikit saja yang berubah, dan kepuasan itu belum ada apa-apanya dari apa yang telah kuimpikan. Haruskah kumenyalahkannya? Not really.
Nama itu. Jika kaumengerti kenapa aku sangat membencimu, entah kauakan menganggapku seperti apa lagi. Jika kautahu apa-apa yang telah kuperjuangkan untuk memulainya, entah bagaimana kaumeresponnya. Jika kautahu penyesalan yang terjadi di akhir, entah mungkin kauakan sangat menyesal. I give it a special place to be chosen of my choices I have then, but what?
Ignored. Setelah itu, aku paham mengapa aku masih terus membenci nama itu. Aku puas mendengarnya. Aku mengerti kenapa. Aku kan mencoba melupakannya. Aku akan mencoba melontarkan maaf untuknya. Tidak sekarang, tapi nanti. Ketika aku benar-benar bisa. Pernah terbesit kuakan beri beberapa proof. Tapi hatiku menepis, for what.
Sekarang, warna putih itu perlahan mengubah hitam menjadi agak keabu-abuan. Diharap akan menjadi putih sejati. Semoga. Walaupun sebenarnya, menemui nama itu di mana-mana membuat ingatanku kembali. Hanya nama. Seperti hidupku di mana-mana ada namanya. It’s annoyed, really. Bisakah namamu itu diganti? Agar tak kutemui nama-nama lain yang ketika kutemui berujungnya di ingatan tentang kegagalan. Pergilah!

0 comments:

 

More Than A Feeling Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting