Sunday, 23 February 2014

Hanya Cerita (Mencari Allah)

Posted by Dear Miss Putri at 1:16 pm
Ketika kusedang mencari di mana sebuah kedamaian dapat diraih, dan aku dapat berdiam dalam setiap malam, namun aku belum bisa berjalan terus di atasnya. Celakanya aku masih terbuai betapa sang malam menggoda setiap detik berharga itu. Jangankan melewatinya dengan hati yang terima, memantapkan ini-itu pun masih di atas keraguan. Mungkin makhluk yang dikutuk oleh Allah ini benar pandai adanya menjalankan tugas, sampai-sampai
orang sepertiku—dan mereka yang tersesat sepertiku—membuntutinya. Bukankah kita tahu bahwa Allah sudah memberikan ilmu kepada kita tentang hal-hal shohih? Mengapa masih saja ada alasan untuk menolak kebenaran itu?
Malam itu tidaklah benar jika aku bilang bahwa aku kesepian, tidak ada teman, tidak ada hal yang dapat kukerjakan. Itu salah! Kukira suara itu mencekik pahamku, kenapa tidak kauambil air di sana, mengalirkannya di bagian wudhumu, lalu menggunakan indera yang telah diberikan Allah untuk melafadhkan ayat-ayatnya? Ya, aku mendengar seruannya. Tetapi lagi-lagi makhluk itu—masih saja dia yang tak terlihat—menyambar jalan pikiranku untuk menolak. Bagaimana bisa kuterpenjara dalam tipu dayanya? Padahal Dia selalu mengingatkanku dengan perantara-Nya. Apakah aku sudah menjadi orang fasik dalam hal ini? Aku tahu, tetapi aku enggan melaju, menyiapkan diri untuk menjalankan apa yang seharusnya dijalankan. Inikah aku? Fasik?
Malam itu sebuah percakapan menjadi awal dari kesiapanku untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik. Suasana hikmat telah Allah berikan di sana. Kemuliaan-Nya terangkai indah dalam susunan ceritanya. Aku mendengarkan, kadang mengangguk. Sekalipun aku telah mendengarnya berkali-kali, anggukan ini kuberikan lagi.
“Kita sudah tahu kan mahkota mana saja yang sangat berharga di diri setiap akhwat,” ujar dia sembari matanya begitu lekat menatapku. Kutebak dia akan melayangkan pertanyaan yang saat ini singgah di otakku. Aku tahu itu. “Hmm, ya tentu saja,” jawabku singkat.
“Ceritaku tak lain hanyalah cerita biasa. Jika kau memintaku untuk menceritakannya, resapilah hal-hal positif yang dapat kauambil.” Dia semakin membuatku penasaran. Ah, kenapa tak langsung saja dia bercerita?
Kutelan ludahku. Kufokuskan pandanganku. Ah lebay. “Banyak hal yang didapat dari kejadian yang Allah ciptakan. Dia menyiapkan jalan-Nya untuk kita. Dan aku menemukan-Nya. Dia hinggap di hati kita. Di pikiran kita. Di setiap nafas kita. Tidakkah kaurasa?”
Aku masih terdiam. Dalam hati terasa ingin kukatakan, itukah yang ingin kauceritakan? Mungkin lebih dari itu. Baiklah, terpasang sudah telinga ini, juga mata ini. Lekat-lekat kulihat senyum di bibirnya. Allah sangat sempurna menciptakan senyum itu di wajahnya yang berseri. Kakakku, kakak yang kukenal di perantauan ini. Tahukah? Dia begitu cantik dengan balutan kain yang melekat di tubuhnya, tak ketat, malah lebih longgar. Jilbabnya menjuntai sampai menutupi dadanya. Lengkap semuanya hingga terlihat wajahnya-lah yang subhanallah Allah Mahapencipta yang Agung.
Tetap, malam itu menjadi awal. Menjadikanku orang yang tahu. Ada gerakan di hati untuk berubah. Tapi apa daya, masih sama. Belum ada tekad yang kuat hingga lelaki itulah yang membuatku yakin untuk pelan-pelan berubah. Akhwat yang lebih baik.
Astaghfirullahal’adziim. Hanya karena dia kah alasanku? Orang yang baru saja singgah sejenak di hatiku? Bukankah seharusnya Allah-lah yang tinggal di hatiku? Bukan dia, bukan siapa-siapa. Inilah gejolak di hatiku. Dan aku harus meluruskan semua ini. Hingga niatku mantap lillahi ta’ala.
“Gaya bener sekarang jilbabmu kek gitu? Kamu mau niru-niru Mbak Kiki?” Jleb! Apa makna kalimat ini? Apakah sahabatku ini sedang memujiku karena aku seperti ini? Apa dia sedang mengejekku dan dia tidak suka aku seperti ini? Aku hanya tersenyum. Diam bukan berarti aku tak punya alasan. Masih tersimpan. Jawabannya masih belum kutemukan. Masih ada ragu dalam hati kecilku, padahal sudah jelas aku telah mengubahnya. Apa lagi?
Bismillahirahmaanirrahiim. Sesungguhnya aku telah menjadi orang fasik dahulu kala. Ketika aku masih merasakan kata-kata indah melewati jalan hidupku. Aku mampu mendengarkan perkara yang shohih dari orang-orang yang berilmu. Dan kini, kedua kalinya kudisuguhi ilmu Allah. Masihkah aku mau menjadi orang fasik? Tidak. Pastinya aku tidak mau. Lalu, setelah semuanya jelas, apa lagi yang masih kuragukan? Istiqamah. Hal terberat dan insyaAllah akan menjadi mudah.
Pernah hatiku berbisik, “emangnya kamu udah siap untuk istiqamah?” Mendengar pertanyaan ini seolah menyeret nyaliku sejenak. Ketakutanku menjadi-jadi. Dan diam.
Percaya bahwa kebaikan akan datang kepadaku jika niat sudah dimantapkan oleh Allah. Saat inilah waktu yang tepat untuk menerimanya—keagungan Allah yang tak bisa kupungkiri. Ya Allah, kan kujaga fitrahku sebagai perempuan. Kan kuperbaiki jiwa ini untuk menggapai ridha-Mu di dunia dan akhirat.
***
Aku masih ingat tentang buku yang pernah aku baca. Perempuan Pencari Tuhan dipinjamkan kepadaku. Kuniatkan untuk memetik ilmunya. Subhanallah alangkah indahnya hati jika di dalamnya selalu ada nama Allah. Alangkah beruntungnya hati jika tidak pernah berkawan keburukan yang hanya akan membuat hati kita kotor. Selalu berperasangka yang baik. Hal ini yang bergejolak. Di dalam setiap malam kuresapi, kubertanya kepada Allah, dan inilah jawabnya.
Bismillah. Untuk orang yang pernah aku dzolimi, baik perkataan dan perbuatan, wallahi aku meminta maaf atas segalanya yang pernah kuperbuat. Dengan ikhlas semoga kalian memaafkan. Insya Allah..
Jujur. Satu kata yang sulit saat ini bagiku. Bagaimana kuharus melakukannya? Mengungkapkan keburukanku. Memohon untuk dimaafkan. Dan mau tidak mau harus dikatakan. Sungguh, aku tidak ingin hatiku keruh oleh kedzoliman yang Allah benci. Astaghfirullahal’adziim. Maka dari itu, masih di malam yang sama, kuambil keputusan untuk menjernihkan hati. Ya, dengan maaf. Berharap tidak ada lagi keburukan menyuruhku, kalaupun masih ada, Allah ingatkan aku.
Di pagi hari ketika fajar sudah tak terlihat, hanya tinggal mentari yang siap mengawali hari, senyum kukembangkan meski tak sejalan dengan hati. Tidak mungkin kan menghadapi murid-muridku dengan wajah yang murung. Ya, semua diniati karena Allah. Mungkin tadi Dia sedang mengujiku. Tapi benar. Ini bukan sandiwara yang dibuat-buat. Seperti mendapati petir aku bergemuruh bersama kristal bening yang telah tergambar jelas di wajahku. Sudah kubilang, aku tak sanggup mendengar suaranya. Suara gagahnya yang dulu tak kudengar sekarang, saat itu. Hanya ada harapan di setiap kalimatnya, dan aku hanya menahan hening dalam doa yang tak kuucapkan. Ya Allah, jika memang ini takdir-Mu, aku ikhlas. Jagalah dia, berikan dia kesehatan ya Allah. Alirkan rezeki halal-Mu. Sesungguhnya tiada lain tempatku meminta selain Engkau, Allah.
Di hari yang sama, entah Allah sedang ingin bersama-sama denganku ataukah dia sedang mencubitku sesaat, nyanyiannya didendangkan indah oleh mulutku sendiri. Tanpa paksaan. Bahkan tak sanggup jiwa ini tenang. Isakan demi isakan, tangisan demi tangisan. Aku butuh pelukan-Mu Allah. Hina-lah diriku yang hanya mencari-Mu ketika kubutuh. Hina-lah aku hanya datang ketika cobaan menggadaikan semangatku. Aku hina, dan tak peduli. Hanya Engkau-lah yang saat ini kucari. Dekaplah aku, tinggallah dalam hatiku hingga jiwaku tenang. Sampai nafas milik-Mu ini kembali. Allahu ya Allah.
Hingga saat ini kumulai berusaha istiqamah menjalankan keputusan ini. Namun, begitu sulitnya bagiku mencapai sepertiga malam yang sempurna. Sulitnya menghadapi mereka untuk penyesuaian. Dunia. Seperti menghalangi. Tapi insya Allah. Allah pasti menolong dan memberi jalan terbaik bagi hamba-Nya. Mungkin dalam hati masih ada kebimbangan, tetapi Dia telah menjamin. Tinggallah aku yang menjalaninya. Insya Allah..
Tentang makhluk yang dikutuk Allah, aku tak lagi mau berurusan dengannya. Biarkan dia menggodaku, dan biarkan dia meracuniku. Aku percaya Allah ‘kan menjagaku.

Ya Allah, terimalah salam rinduku ini. Hamba tersesat. Hamba tak membalas kasih cinta-Mu yang suci. Hamba tak memberi-Mu ruang dalam hati, malah penyakit-penyakit kotor mendiami. Ya Allah,  sungguh hamba mengetahui hakikat sebagai perempuan, insya Allah aku akan menjaganya, terutama atas pertolongan dari-Mu. Ya Allah, bersihkan hati hamba yang saat ini kotor oleh kedzoliman yang hamba perbuat. Sucikan dengan ikhlasnya kata maaf. Bertamulah ke dalam hati hamba ya Allah. Kan kujamu Engkau, Allah dengan sebaik-baik hamba kepada-Mu Tuhan Pencipta. Kumohon jangan pergi. Menginaplah di sini, tinggallah di sini. Jika hamba belum bisa memberi suguhan yang belum memuaskan-Mu ya Allah, katakan padaku. Tegurlah aku. Marahlah padaku. Ingatkan aku. Kan kuperbaiki diri ini, jiwa ini, hati ini, hingga Engkau tetap tinggal di sini, di hati hamba. Ya Allah, jangan jauhiku. Engkau, ya Allah, pemilik nafas ini. Hamba merindukan-Mu, hamba mencintai-Mu. Terimalah salam rinduku, ya Allah. (*)

0 comments:

 

More Than A Feeling Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting