Saturday, 19 April 2014

Sembunyikan Aku (The Story of Catching Feeling) #4

Posted by Dear Miss Putri at 5:54 pm
---
Sembunyikan aku. Aku tak mau memaksamu untuk mengerti rasaku.
---
Tahukah kamu, memanggil namamu merupakan kebahagiaan tersendiri dari hatiku?
Tahukah kamu, berpapasan denganmu merupakan kebetulan yang selalu kuharapkan?
Tahukah kamu, mendengarmu menjawab sapaanku merupakan nyanyian terindah dari apapun?
Tahukah kamu, melihatmu tersenyum padaku merupakan kebanggaan tersendiri?
Katakan aku bukan merayumu, aku bukan

alayers, aku tidak bermaksud mencuri hatimu, tetapi aku hanya memujimu. Kumohon jangan benci dengan tingkahku...
Kamu harus tahu, memujimu adalah tanda bahwa ada banyak keistimewaan di dalam jiwamu. Kepribadianmu yang ramah, murah senyum, baik hati, dan agamis tak bosan-bosannya kuucapkan. Tak bosan aku curahkan dalam paragraf yang selalu menemani malamku. Tak bosan aku memasukkan diksi namamu di dalam bait puisiku. Tak bosannya kusebut namamu dalam daftar doaku. Jangan benci aku.
Kamu juga harus tahu, aku selalu berharap bahwa sapaan dan senyuman itu datang dari hatimu sesekali. Mulailah dari dirimu. Aku ingin kamu yang menyapaku lalu aku menjawab sapaanmu. Aku ingin kamu tersenyum padaku lalu aku membalas senyumanmu. Mudah bukan? Bagiku mudah mengatakan ini semua, namun mungkin hatimu akan sulit menerima.
Dulu aku pernah berkata dalam hati, bahwa rasaku tak muluk-muluk untuk diterima. Aku hanya ingin rasaku dihargai. Memberiku sapaan dan senyuman adalah lebih dari cukup karena rasanya saja lebih berarti, namun hal ini hanyalah keinginan yang hanya sebatas keinginan. Kapan kamu akan menyapaku duluan? Aku selalu menantimu. Berjanjilah.
Seperti mendapat malam yang sangat kelam dalam hidupku, aku menghentikan usahaku.
Ketahuilah, ada hari puncak di mana aku memahami rasamu yang sebenarnya. Aku baru membaca ini semua dengan perasaan sesal. Aku telah menyadari bagaimana menjadi kamu dan betapa bodohnya aku yang berdiam diri merasa bahagia menikmati indahnya merasa dan aku tak pernah pikirkan bagaimana denganmu? Lewat keinginan aku selalu memaksamu untuk mengerti rasaku.
Kumohon dengarkan aku, dengarkan aku yang baru saja belajar tentangmu, dan jangan berhenti membaca baitku sampai di sini...
Ketika kumemanggilmu, aku tahu senyummu menyembunyikan perasaan yang menurutku itu siluet kepedihan. Kamu malu menerima semua yang terjadi apalagi bila bersama temanmu, bukankah kamu tambah dipermainkan oleh mereka karena ada aku yang mengusikmu? Seakan kamu ingin tak ada lagi pertemuan denganku agar terhindar dari rasa yang mencekik. Kamu ingin bebas, bahkan bila boleh memilih, kamu menginginkan hal ini bukanlah aku yang melakukan, namun gadis yang kamu sukai. Bukankah begitu? Berpikir sejenak, kenapa harus aku? Apakah itu yang ada di pikiranmu? Kumohon jangan benci aku, aku hanya merasakan seperti ini.
Lagi, ketika kamu melayangkan senyuman, aku tahu kamu ikhlas memberinya namun sekali lagi, kenapa harus aku, bukan? Kenapa gadis yang menggilaimu adalah aku? Kenapa gadis yang selalu bahagia histeris tatkala melihatmu adalah aku? Kenapa aku yang mengganggu hidupmu dengan segala kekonyolan, keinginan yang gila, dengan tingkah yang berlebihan seperti aku? Kenapa bukan gadis yang kamu sukai saja yang membuatmu tersenyum dengan tingkah yang mungkin akan sama denganku?
Kumohon maafkan aku. Mungkin aku terlalu cengeng menyadari ini semua. Mungkin aku terlalu bodoh memandang diri yang tak pantas ada di setiap ceritamu. Kumohon maafkan aku... Maafkan aku yang berpikiran seperti ini... Maafkan aku yang pernah mengusik tenterammu... Maafkan aku yang telah tanpa izin masuk dalam kehidupanmu... Dan maafkan aku yang pernah menyukaimu...
---
You're my kind of perfect...
---
Menanti pagi terus terulang. Berkawan senyap aku berdiam diri. Matahari yang kuharap masih enggan memamerkan sosoknya, sedang aku ingin dia cepat menyambut hariku agar hari baru tercipta dengan hikmat.
Sehari, tak mau menyesali hari kemarin membuatku enggan beranjak dari tempat. Biarkan dulu alunan nada berisik yang mengganggu. Biarkan pandangan kosong yang menjurus. Tentu saja biarkan mulut ini tertutup untuk menikmati damainya ketenangan jiwa.
Kukira proses ini akan berhasil. Aku bahkan berusaha menghindar darimu. Aku tak mau menyapamu ataupun tersenyum padamu. Aku telah cukup membuatmu kecewa atau bahkan terusik. Aku mengerti itu. Jadi, bolehkah aku melakukan ini? Apakah kamu senang bila tak ada lagi yang mengganggumu atau tak ada lagi candaan dari teman-temanmu tentang kita? Kuharap kamu menerimanya karena kutahu kamu pasti bahagia. Sudahlah. Aku jalani semua ini bak berjalan di atas air. Aku akan terus berusaha sampai aku benar-benar mampu melupakanmu sejenak. Dengan didukung kesibukan yang kualami saat ini, dengan mudah ini semua terealisasi. Bahkan kamu juga. Bukankah kita sama-sama sibuk? Maksudku, menjalani saat-saat terakhir memang menguras pikiran. Setiap hari kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang menuntun kita menuju masa depan. Dalam hati, pasti akan berhasil. Begitulah.
Di samping itu, ada hal yang membuatku terusik menjalani proses ini. Kamu tahu, aku dihadapkan oleh setan terkutuk yang menjelma menjadi seseorang yang kukenal. Dia membujukku untuk berjalan di jalan yang salah. Lindungilah aku. Begitulah ketika sang pemimpin memaparkan apa tujuannya. Sempat terbujuk, namun aku bersyukur bahwa ada teman sebangkuku yang mengingatkan. Ini salah. Bukan cara ini satu-satunya. Yakinlah bahwa percaya diri mendatangkan mukjizat. Bukan hanya keluar dari sekolah namun diridhoi untuk keluar. Kita akan bangga bercermin. Ini kemampuanku dan bukan atas bantuan tangan-tangan nakal yang dibenci Tuhan. Sungguh, aku berterimakasih kepada-Nya. Semoga Tuhan masih melindungi mereka.
Tentu aku percaya, sangat percaya, bahwa kamu pasti menolaknya. Kamu pasti mengambil jalan benar itu. Kurasa begitu, bukan? Kuharap kamu mengerti maksudku.

0 comments:

 

More Than A Feeling Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting