Wednesday, 12 March 2014

Sembunyikan Aku (The Story of Catching Feeling) #3

Posted by Dear Miss Putri at 7:36 am
---
Jalan kita mungkin tidak sama, namun kuharap rasa kita sama.
---
Menganjak setahun rasanya tidak terkira. Ekspektasi-ekspektasi yang kuangankan tidak terwujud. Kamu tahu, aku ingin kita bisa menjadi teman dekat. Aku ingin kamu berkenalan dengan rasaku dan menyentuhnya lembut. Aku ingin kamu terus buat aku luluh oleh matamu yang terlalu memiliki gen
dominan. Tetapi bila Tuhan tidak mengijinkan dan imanmu sangat kuat, apa boleh buat?
Aku menghela nafas dengan sangat terkutuk menanti ucapanmu untuk jalan yang sama dengan kebanyakan siswa dan aku baru menyadari, hatimulah yang seharusnya meyakinkan, bukan aku, bukan temanmu, ataupun kita semua.
Awalnya kamu berusaha untuk menuruti kita, namun hatimu mungkin telah gundah sekian kali. Pada akhirnya kamu merubah jalanmu menuju jalan yang benar-benar kamu inginkan. Entah kamu merasa terganggu dengan aku yang berada di jalan yang sama ataukah keputusanmu ini adalah kemauanmu sendiri? Tentu, aku berpikir positif bahwa ini jalan kita masing-masing, that's your way. Kuharap kamu mengerti apa yang aku maksud sebagai jalan.
Jalan memang tidak sama. Kamu menyukai jalanmu begitu juga aku. Aku bahagia melihat kamu berkumpul dengan orang-orang yang sejalan denganmu. Sungguh, malamku terusik sesekali. Melimpahkan dengung yang merusak gendang telingaku. Aku menggeliat, merasakan perih karena jatuh ke jalan yang salah.
Kamu tahu, jalan yang kupilih ternyata salah. Aku frustasi merutuki kebodohanku. Seiring dengan waktu yang mendekati ancaman, barulah aku menyadari. Ini keputusanku, jadi konsekuensi menimpaku. Seperti apa yang aku katakan tadi, apa boleh buat?
---
Temani hari-hari baruku dengan senyumanmu.
---
Kosong. Ruang ini kosong. Aku tak dapat lagi menengokmu dari sisi kiriku. Aku merasa di sini sepi walaupun banyak orang menyeru. Telingaku bahkan tak kuat mendengar celoteh di sana sedangkan aku merintih merasakan rindu yang tak kuungkapkan kepada siapapun. Hanya aku dan kata-kata ini.
Jarak kita tak begitu jauh, namun jiwa kita yang jauh. Tak mengerti maksudmu, hanya mencoba menebak kemauanmu. Tak perlu lagi kujelaskan bahwa di sini kumerindukan rasamu.
Aku ingat ketika dewi amore membuatku terkesima olehmu, membuatku terus memandangmu dengan sembunyi. Sangat bodohnya aku untuk meneruskan kebiasaan ini. Dan hal ini terus terulang di hari dan waktu yang sama.
Senin. Sebagian siswa membenci hari ini. Namun tidak untuk aku. Di hari seninlah kumenikmati perasaan yang hidup meskipun harus menunduk agar tidak ketahuan olehmu. Hari senin membawaku serasa berjalan di tanah surga khayalan. Namun hari senin juga yang membuatku berpisah dengan kebiasaanku dalam seminggu. Haruskah aku bahagia di hari senin saja? Ah, mungkin ini tidak adil tetapi, aku menikmati apa yang aku sukai.
---
Kamu tak sendiri, hanya aku yang sendiri.
---
Sedikit mengutarakan bagaimana nasib mencoba meretakkan asaku. Awalnya aku menghujat Tuhan. Mengapa Engkau menakdirkan aku harus berpisah dengan malaikat wanitaku? Mengapa Engkau tega melihatku melewati masa kecil dengan kesendirian? Mengapa engkau mengujiku untuk hidup tanpa dia sampai saat ini? Mengapa harus aku? Haruskah aku sembunyi untuk tidak melihat dunia yang tak berpihak padaku?
Tuhan. Aku merindukan pelukannya. Aku merindukan kata-katanya. Aku rindu ketika dia memarahiku karena kesalahan dalam menulis, mengeja setiap kata dalam buku, dan aku rindu semua masakan yang pernah dia buat untukku. Tidakkah Kau dengar?
Bertahun-tahun dalam kesendirian tak buatku lantas lemah tak berdaya. Hanya saja aku membenci keadaan seperti ini yang aku ungkapkan dalam amarah bahkan terlintas kata-kataku yang menyesal untuk hidup. Tangisanpun tak mampu mengundang kehendaknya apalagi aku harus merengek memintanya kembali. Kumohon kembalilah. Hanya itu ucapan yang selalu aku ucapkan dalam doa.
Mungkin dia masih menyayangiku namun, sempat terpikir menurutku dia sudah tidak menyayangi aku dan keluargaku. Semoga aku salah. Berdalih dia masih mencintai keluargaku. Dia pasti kembali, aku percaya.
Terlintas keirian dalam hal menyangkut siapa itu wanita terhebat dalam hidup. Aku iri melihat mereka bergelayut manja, bersalaman untuk pergi menimba ilmu, memintanya untuk mengambil rapor, atau bahkan mengajaknya pergi sekadar jalan-jalan. Mengapa aku tak pernah dapatkan itu, Tuhan?
Kamu tak menyadari setiap senyuman yang terkias darimu dapat menggantikan bahagiaku sejenak, apalagi bila kamu membalas sapaanku. Hal yang tidak tergantikan.
Untuk menyapamu saja aku harus menarik nafas terlebih dahulu, berdoa dalam hati agar kamu mau membalas sapaanku. Sungguh, apakah kamu pikir aku hanya omong kosong belaka? Ataukah aku berbohong?
Kumohon percayalah. Jangan berhenti tersenyum. Jangan acuhkan aku. Beri sedikit keramaian dalam hatiku agar aku tidak sendirian karena kutahu kamu tak pernah sendiri, ada keluargamu yang utuh menjalin kebahagiaan. Tuhan menjaga kita...

0 comments:

 

More Than A Feeling Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting