---
Jalan kita mungkin tidak sama, namun kuharap rasa kita sama.
Jalan kita mungkin tidak sama, namun kuharap rasa kita sama.
---
Menganjak setahun
rasanya tidak terkira. Ekspektasi-ekspektasi yang kuangankan tidak terwujud. Kamu
tahu, aku ingin kita bisa menjadi teman dekat. Aku ingin kamu berkenalan dengan
rasaku dan menyentuhnya lembut. Aku ingin kamu terus buat aku luluh oleh matamu
yang terlalu memiliki gen
dominan. Tetapi bila Tuhan tidak mengijinkan dan imanmu sangat kuat, apa boleh buat?
dominan. Tetapi bila Tuhan tidak mengijinkan dan imanmu sangat kuat, apa boleh buat?
Aku menghela nafas
dengan sangat terkutuk menanti ucapanmu untuk jalan yang sama dengan kebanyakan
siswa dan aku baru menyadari, hatimulah yang seharusnya meyakinkan, bukan aku,
bukan temanmu, ataupun kita semua.
Awalnya kamu berusaha
untuk menuruti kita, namun hatimu mungkin telah gundah sekian kali. Pada
akhirnya kamu merubah jalanmu menuju jalan yang benar-benar kamu inginkan.
Entah kamu merasa terganggu dengan aku yang berada di jalan yang sama ataukah
keputusanmu ini adalah kemauanmu sendiri? Tentu, aku berpikir positif bahwa ini
jalan kita masing-masing, that's your way.
Kuharap kamu mengerti apa yang aku maksud sebagai jalan.
Jalan memang tidak
sama. Kamu menyukai jalanmu begitu juga aku. Aku bahagia melihat kamu berkumpul
dengan orang-orang yang sejalan denganmu. Sungguh, malamku terusik sesekali. Melimpahkan
dengung yang merusak gendang telingaku. Aku menggeliat, merasakan perih karena
jatuh ke jalan yang salah.
Kamu tahu, jalan yang
kupilih ternyata salah. Aku frustasi merutuki kebodohanku. Seiring dengan waktu
yang mendekati ancaman, barulah aku menyadari. Ini keputusanku, jadi
konsekuensi menimpaku. Seperti apa yang aku katakan tadi, apa boleh buat?
---
Temani hari-hari baruku dengan senyumanmu.
---
Temani hari-hari baruku dengan senyumanmu.
---
Kosong. Ruang ini
kosong. Aku tak dapat lagi menengokmu dari sisi kiriku. Aku merasa di sini sepi
walaupun banyak orang menyeru. Telingaku bahkan tak kuat mendengar celoteh di
sana sedangkan aku merintih merasakan rindu yang tak kuungkapkan kepada
siapapun. Hanya aku dan kata-kata ini.
Jarak kita tak begitu
jauh, namun jiwa kita yang jauh. Tak mengerti maksudmu, hanya mencoba menebak
kemauanmu. Tak perlu lagi kujelaskan bahwa di sini kumerindukan rasamu.
Aku ingat ketika dewi
amore membuatku terkesima olehmu,
membuatku terus memandangmu dengan sembunyi. Sangat bodohnya aku untuk
meneruskan kebiasaan ini. Dan hal ini terus terulang di hari dan waktu yang
sama.
Senin. Sebagian siswa
membenci hari ini. Namun tidak untuk aku. Di hari seninlah kumenikmati perasaan
yang hidup meskipun harus menunduk agar tidak ketahuan olehmu. Hari senin
membawaku serasa berjalan di tanah surga khayalan. Namun hari senin juga yang
membuatku berpisah dengan kebiasaanku dalam seminggu. Haruskah aku bahagia di
hari senin saja? Ah, mungkin ini tidak adil tetapi, aku menikmati apa yang aku
sukai.
---
Kamu tak sendiri, hanya aku yang sendiri.
---
Kamu tak sendiri, hanya aku yang sendiri.
---
Sedikit mengutarakan
bagaimana nasib mencoba meretakkan asaku. Awalnya aku menghujat Tuhan. Mengapa
Engkau menakdirkan aku harus berpisah dengan malaikat wanitaku? Mengapa Engkau
tega melihatku melewati masa kecil dengan kesendirian? Mengapa engkau mengujiku
untuk hidup tanpa dia sampai saat ini? Mengapa harus aku? Haruskah aku sembunyi
untuk tidak melihat dunia yang tak berpihak padaku?
Tuhan. Aku merindukan
pelukannya. Aku merindukan kata-katanya. Aku rindu ketika dia memarahiku karena
kesalahan dalam menulis, mengeja setiap kata dalam buku, dan aku rindu semua
masakan yang pernah dia buat untukku. Tidakkah Kau dengar?
Bertahun-tahun dalam
kesendirian tak buatku lantas lemah tak berdaya. Hanya saja aku membenci
keadaan seperti ini yang aku ungkapkan dalam amarah bahkan terlintas
kata-kataku yang menyesal untuk hidup. Tangisanpun tak mampu mengundang
kehendaknya apalagi aku harus merengek memintanya kembali. Kumohon kembalilah.
Hanya itu ucapan yang selalu aku ucapkan dalam doa.
Mungkin dia masih
menyayangiku namun, sempat terpikir menurutku dia sudah tidak menyayangi aku
dan keluargaku. Semoga aku salah. Berdalih dia masih mencintai keluargaku. Dia
pasti kembali, aku percaya.
Terlintas keirian
dalam hal menyangkut siapa itu wanita terhebat dalam hidup. Aku iri melihat
mereka bergelayut manja, bersalaman untuk pergi menimba ilmu, memintanya untuk
mengambil rapor, atau bahkan mengajaknya pergi sekadar jalan-jalan. Mengapa aku
tak pernah dapatkan itu, Tuhan?
Kamu tak menyadari
setiap senyuman yang terkias darimu dapat menggantikan bahagiaku sejenak,
apalagi bila kamu membalas sapaanku. Hal yang tidak tergantikan.
Untuk menyapamu saja
aku harus menarik nafas terlebih dahulu, berdoa dalam hati agar kamu mau
membalas sapaanku. Sungguh, apakah kamu pikir aku hanya omong kosong belaka? Ataukah
aku berbohong?
Kumohon percayalah. Jangan
berhenti tersenyum. Jangan acuhkan aku. Beri sedikit keramaian dalam hatiku
agar aku tidak sendirian karena kutahu kamu tak pernah sendiri, ada keluargamu yang
utuh menjalin kebahagiaan. Tuhan menjaga kita...
0 comments:
Post a Comment