Saturday, 18 January 2014

Dia, Bidadari Kami

Posted by Dear Miss Putri at 8:42 pm
Ini juga re-post :)

       Kepada adikku yang sedang terlelap dalam dongeng malamnya, yang sedang memeluk boneka beruangnya, kukatakan bahwa kau masih mempunyai pundakku. Mintalah aku untuk sedia memberikannya untukmu, dan menangislah semaumu. Berceritalah kepadaku. Aku rela tangismu memecahkan kesunyian, malam yang sangat berarti, yang kutahu kau merindukan semua ini, dan kau hanya menyembunyikan air matamu di balik dekapan
boneka lusuhmu. Kini, aku tak meninggalkanmu, adikku, aku sedang mencari di mana titik kedamaian yang kurasa sangat sulit aku menemukannya. Aku hanya membiarkanmu terus terjaga, berjumpa dengan peri mimpimu, kemudian bangun dengan wajah ceriamu, wahai adikku yang merindukan pelukan hangat bidadari, bidadari dalam keluargaku, Ibu. “Dia akan kembali,” bisikku.
            Di bawah langit malam, dialah malam, yang sedang mengingatkanku tentang mimpi yang masih indah dalam ruang masa lalu, saat tangan kanannya masih mengelus rambutku tiada henti, dan aku terlelap dalam pelukannya. Aku masih mengingatnya, dan kau pasti mengingatnya, adikku. Ketika dengan manja kau meminta sesuap makanan yang Ibu buat, dia menyuapimu dengan tangannya, yang kini bahkan belum tersentuh lagi lembut telapaknya. Lagi, kau bergelayut manja di pundaknya, bercerita apa saja, dan yang pasti dia selalu mendengarkanmu tanpa disela sedikitpun. Apa lagi? Semua helai-helai kenangan darinya masih tertata dalam memori, bahkan jika kau menyuruhku untuk mengurutkan, akulah orang pertama yang mengingat segala hal tentang dia. Dia, Ibuku. Ibumu, adikku. Walaupun dia pergi entah di mana dan mengapa dia pergi, dia tetap bidadari kami.
            Kuseret kaki ini ke sebuah meja di mana puluhan gambar berserakan. Ya, terasa berat, namun foto ini sudah di hadapan mata. Hangat, penuh kasih sayang. Kutolehkan kepala. Seorang gadis masih mendekap mainannya. “Ibu,” masih kuberbisik, tepat di depan bingkai foto yang bersandar tanpa penyangga. Kugenggam erat benda persegi panjang hangat ini, kudekapkan ke dadaku, seakan aku tengah mendekapmu, dan tak kubiarkan sedikitpun angin menerobos pelukan kami, Ibu. Erat, begitu erat. Aku berbisik lagi, “Ibu, ini pelukan rindu dari kami, anakmu.” Hanya sepenggal kalimat itu yang mampu kuucapkan, tepatnya kubisikkan.
            Masih dengan malam, teringat begitu banyak hal yang telah Ibu lakukan untuk kami. Di malam-malamlah aku menyadarinya. Di malam-malamlah aku meminta doa pada-Nya. “Allah, ijinkanlah aku, bahagiakan dia. Meski dia telah jauh, biarkanlah aku berarti untuk dirinya.” Aku bernyanyi pelan lagu dari Opick, sembari berdoa untuknya.
            “Kau sedang apa, teh?” gadis kecilku mencapai pundakku. Rupanya, dia terbangun karena suaraku. Kugapai tangannya, kusentuh lembut jemarinya.
            “Tidak, aku hanya ingat tentang Ibu. Kau juga?” sahutku menatap bola matanya.
            “Ya, tentu. Besok bukannya hari Ibu, bukan?” tanyanya antusias. Kujawab lebih antusias lagi daripada dia. “Jadi, apa yang akan kita berikan?,” tanyaku sambil melirik boneka yang ada di tangannya.
            “Doa seorang anak yang mencintai ibunya akan selalu sampai padanya, teh. Kapanpun dan di manapun,” ucapnya seperti menasihatiku. Aku mengerti akan maksudnya. Baiklah, dia memang selalu membuatku tak bisa berkata apa-apa lagi. Wajahnya membuatku berhenti berpikir, aku hanya tak tega.
            Buru-buru kutelaah bahasanya, kukerutkan dahi karena aku belum mengerti maksudnya. Kurasa genggaman erat tangannya membawaku ke arah di mana sajadah panjang biasa berada di situ. Ya, aku mengerti. Dia mengajakku menikmati malam untuk berserah diri, bersujud pada-Nya, memohonkan ampun untuk bidadari kami, dan segalanya. Tanpa menunggu salah satu dari kami terhanyut dalam malam, segera kulangkahkan kaki ke hadapan-Nya. “Kami berdosa, Allah. Terimalah sujud kami. Ampunkanlah Ibu, bidadari kami.”

            Kami terkikik membelah kesunyian. Kami sadar sepertiga malam telah dilewati. Hari inilah bidadari kami bersahaja. Kami hanya ingin mengatakan, “di manapun kau berada, Ibu, engkau tetap bidadari kami. Terimalah pelukan rindu kami. Kami sangat merindukanmu, maka kembalilah.” Selamat Hari Ibu, kami mencintaimu.

0 comments:

 

More Than A Feeling Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting